Senin, 20 Desember 2010

motivasi dan harapan saya kuliah

motivasi saya kuliah adalah saya ingin menjadi orang yg sukses di kemudian hari dan dapat membanggakan orang tua saya di segala aspek. saya berharap kelak saya akan menjadi seorang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan bangsa.

artikel motivasi

Mencapai potensi hidup yang maksimal


Setiap orang mendambakan masa depan yang lebih baik ; kesuksesan dalam karir,
rumah tangga dan hubungan sosial, namun seringkali kita terbentur oleh berbagai
kendala. Dan kendala terbesar justru ada pada diri kita sendiri.
Melalui karyanya, Joel Osteen menantang kita untuk keluar dari pola pikir yang
sempit dan mulai berpikir dengan paradigma yang baru.

Ada 7 langkah agar kita mencapai potensi hidup yang maksimal :

* Langkah pertama adalah perluas wawasan. Anda harus memandang kehidupan ini
dengan mata iman, pandanglah dirimu sedang melesat ke level yang lebih tinggi.
Anda harus memiliki gambaran mental yang jelas tentang apa yang akan Anda raih.
Gambaran ini harus menjadi bagian dari dirimu, didalam benakmu, dalam percakapanmu,
meresap ke pikiran alam bawah sadarmu, dalam perbuatanmu dan dalam setiap
aspek kehidupanmu.

* Langkah ke dua adalah mengembangkan gambar diri yang sehat. Itu artinya Anda harus
melandasi gambar dirimu diatas apa yang Tuhan katakan tentang Anda.
Keberhasilanmu meraih tujuan sangat tergantung pada bagaimana Anda memandang
dirimu sendiri dan apa yang Anda rasakan tentang dirimu. Sebab hal itu akan menentukan
tingkat kepercayaan diri Anda dalam bertindak. Fakta menyatakan bahwa Anda tidak akan
pernah melesat lebih tinggi dari apa yang Anda bayangkan mengenai dirimu sendiri

* Langkah ke tiga adalah temukan kekuatan dibalik pikiran dan perkataanmu.
Target utama serangan musuh adalah pikiranmu. Ia tahu sekiranya ia
berhasil mengendalikan dan memanipulasi apa yang Anda pikirkan, maka ia
akan berhasil mengendalikan dan memanipulasi seluruh kehidupanmu.
Pikiran menentukan prilaku, sikap dan gambar diri. Pikiran menentukan tujuan.
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa menjaga pikiran.

* Langkah ke empat adalah lepaskan masa lalu, biarkanlah ia pergi...
Anda mungkin saja telah kehilangan segala yang tidak seorangpun patut mengalaminya
dalam hidup ini. Jika Anda ingin hidup berkemenangan , Anda tidak boleh memakai
trauma masa lalu sebagai dalih untuk membuat pilihan-pilihan yang buruk saat ini.
Anda harus berani tidak menjadikan masa lalu sebagai alasan atas sikap burukmu
selama ini, atau membenarkan tindakanmu untuk tidak mengampuni seseorang.

* Langkah ke lima adalah temukan kekuatan di dalam keadaan yang paling buruk sekalipun
Kita harus bersikap :" Saya boleh saja terjatuh beberapa kali dalam hidup ini, tetapi
tetapi saya tidak akan terus tinggal dibawah sana." Kita semua menghadapi
tantangan dalam hidup ini . KIta semua pasti mengalami hal-hal yang datang
menyerang kita. Kita boleh saja dijatuhkan dari luar, tetapi kunci untuk hidup
berkemenangan adalah belajar bagaimana untuk bangkit lagi dari dalam.


* Langkah ke enam adalah memberi dengan sukacita. Salah satu tantangan terbesar
yang kita hadapi adalah godaan untuk hidup mementingkan diri sendiri.
Sebab kita tahu bahwa Tuhan memang menginginkan yang terbaik buat kita,
Ia ingin kita makmur, menikmati kemurahanNya dan banyak lagi yang Ia sediakan buat kita,
namun kadang kita lupa dan terjebak dalam prilaku mementingkan diri sendiri.
Sesungguhnya kita akan mengalami lebih banyak sukacita dari yang pernah dibayangkan
apabila kita mau berbagi hidup dengan orang lain.

* Langkah ke tujuh adalah memilih untuk berbahagia hari ini. Anda tidak harus menunggu
sampai semua persoalanmu terselesaikan. Anda tidak harus menunda kebahagiaan
sampai Anda mencapai semua sasaranmu. Tuhan ingin Anda berbahagia apapun kondisimu,
sekarang juga !

artikel motivasi

Esensi Kehidupan Adalah Memberi

November 29, 2010 · Filed Under Artikel Motivasi by Motivator Motivasi


Jika kita tau siapa diri kita,darimana berasal,untuk apa hidup didunia,setelah itu mau kemana lagi melangkah/melanjutkan hidup,rasanya jika tiap diri ini sadar akan semua hal itu tak akan banyak kita temui keluh kesah dalam menjalani kehidupan ini.

Kehidupan ini sendiri adalah pemberian dari Sang Maha Pemberi. Saat kita dilahirkan ke dunia ini, kita pun mendapat pemberian kasih sayang dari orang tua. Bayangkan jika kita lahir tanpa ada orang yang memberi kasih sayang itu, niscaya kita tak kan ada sampai saat ini. Semua hal yang kita manfaatkan dalam hidup ini adalah pemberian(taken for granted). Apa yang diberikan itu tanpa pamrih. Tanpa mengharap balasan.
Saat ini kita telah dewasa, atau lebih dari kata dewasa itu sendiri. Sudah saatnya untuk tidak hanya menerima, tapi memberi. Memberi apa yang kita punya dan kita sanggup untuk memberikannya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal yang sederhana saja. Memberikan senyuman ke orang yang berpapasan dengan kita, memberikan kasih sayang dan perhatian ke orang tua kita. Membuatkan minuman mungkin, memberikan salam saat pergi ataupun pulang, atau juga memberikan ciuman di tangan beliau.

Adanya kehidupan kita saat ini tidaklah secara tiba-tiba, dan tidaklah dengan sendirinya tanpa ada tanpa campur tangan orang lain. Orang-orang disekeliling kita sangat berperan akan keberadaan kita. Tapi mengapa banyak yang tidak menyadarinya? Oleh karenanya, saatnya untuk memberi.

Banyak hal yang ingin kita capai,seperti pekerjaan,cita-cita,jodoh kita dan lain sebagainya,sebelum kita dapatkan harus ada perjuangan, yakni tenaga ,pikiran dan waktu. Ada pepatah berilah, maka kau akan menerima lebih. Hal ini bukan berarti apa yang dilakukan adalah berpamrih, mengharapkan imbalan. Memberi merupakan tolak ukur kesadaran dan keikhlasan. Jika memberi dengan diiringi keinginan untuk suatu balasan, dan penerima pun mengabulkannya, maka itu bukanlah pemberian yang utuh. Namun sebuah negosiasi. Negosiasi berkutat antara untung dan rugi. Bukan lagi mendasarkan pada hati nurani.

Setiap pemberian pasti ada balasannya, akan dilipat gandakan. Jika anda tidak percaya, cobalah dan lakukanlah. Lihat dan hitunglah dengan objektif. Balasan itu tidak hanya berupa nominal angka mata uang, tidak juga barang, namun juga bisa berupa hadirnya kesempatan, terjaganya kesehatan, bertambahnya ilmu pengetahuan dan masih banyak lagi manfaat yang didapatkan. Belum lagi bertambahnya pahala.

Jika tiap orang sadar dan faham arti memberi ini,mungkin tidak akan kita temukan istilah pelit, sengsara atau miskin. tiap orang yang sadar hidupnya adalah pemberian akan memberikan lagi kepada orang lain baik itu moril atau materil. Kembali kepadanya dalam bentuk lain, sehingga seperti sebuah siklus..



Read more: http://www.resensi.net/esensi-kehidupan-adalah-memberi/2010/11/#ixzz18it9GgY3

manajemen konflik

Hidup adalah masalah, benarkah itu ?
Bisa jadi benar, walau tidak selamanya benar. Ketika apa yang terjadi dalam hidup dan kehidupan membuat hati kita tidak nyaman, maka itu masalah. Dalam hal ini mestinya hidup adalah damai, hidup adalah sejahtera, hidup adalah gotong royong, hidup adalah silaturakhmi, hidup adalah kesahajaan, hidup adalah ibadah, hidup adalah tetek bengek yang membuat kita jadi "enjoy". Nah ketika hidup kita jadi tidak romantis maka sebenarnya ada masalah yang terjadi.
Kondisi seperti itu menjadi sebuah "fenomena" yang selalu menyatu dalam hidup selama masih ada"kehidupan". Dengan demikian sulit seseorang benar-benar dalam hidup yang terbebas dari masalah.Realitanya ada-ada saja masalah yang muncul, apalagi kalua memang "dipermasalahkan".Antara masalah dan terbebas dari masalah itulah yang kerap mendatangkan konflik.
Sebut saja yang sederhana, ketika di malam minggu, hati ingin bergabung dengan saudara-saudara di balai desa dalam rangka gladhen karawitan, (lagi in di desaku), eh hujan dari rintik-rintik malah menjadi semakin deras,maka terjadilah konflik di dalam hati, antara menjaga kesehatan dan menyenangkan jiwa dengan senandung palaran yang mendamaikan hati. Di saat lain, sudah mau beranjak pergi, datanglah tamu yang itu harus dihormati. Repotnya lagi si tamu itu justru orang yang benar-benar dinanti kedatangannya layaknya saudara yang telah berpisah sekian lama.
Contoh tersebut hanyalah secuil kecil permasalahan dalam hidup yang harus dihadapi. Belum berbicara yang besar-besar, yang rumit-rumit, yang kompleks-kompleks, yang menyita enegi, yang menyita pikiran, dan lain-lain. Menghadapi realita hidup demikian agaknya ada satu tawaran yang bisa dicoba secara kontekstual adalah bagaimana mengelola permasalahan itu dengan "manajemen konflik".Ada satu catatan lain seputar konflik mengkonflik, ini sebagai abahan diskusi terutama di dunia pendidikan, sebagai berikut:
Champy dan Nohria dalam Sulaksana menyebutkan tiga pemicu utama yang menggerakkan perubahan lebih cepat ketimbang waktu-waktu sebelumnya yaitu (1) Teknologi khususnya TI, yang telah mentransformasi bisnis sedemikian dramatis; (2) Pemerintah : peninjauan ulang perannya dalam bisnis, karena dewasa ini hampir semua pemerintah di seluruh dunia menggerkkan deregulasi, privatisasi, dan perdagngan bebas; dan (3) Globalisasi, dimana banyak perusahaan di seluruh dunia bersaing men-deliver produk atau layanan yang sama, di mana saja, kapan saja, dengan harga yang makin kompetitif, yang pada gilirannya memaksa organisasi dan perusahaan agar mampu menata diri dengan cara yang radikal.
Dunia pendidikanpun selalu mengadakan inovasi dalam berbagai hal, baik yang menyangkut regulasi dan implementasinya di lapangan, menyiapkan sumber daya (sumber daya manusia atau sumber daya lain), melengkapi fasilitas sarana prasarana, mengganggarkan pembiayaan, membuat kendali, dan hal-hal lain yang bersifat menejerial organisasi di lingkup pendidikan.
Perubahan yang terjadi seringkali membawa dampak ikutan yang salah satunya adalah munculnya konflik dalam berbagai bentuk dan tingkatan.
Meskipun demikian, konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan di sekolah, warga sekolah senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru, seperti implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi, baik organisasi sekolah maupun organisasi lainnya. Kepala sekolah dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenyataan di lapangan khususnya di institusi pendidikan, kepala sekolah justru enggan untuk menerapkan manajemen konflik, karena beranggapan kepada paradigma lama dimana konflik lebih besar pengaruh negatifnya (mudaratnya). Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah bersama tenaga kependidikan lainnya dapat memenej konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.
Menghadapi dinamika perubahan ini tentu menyisakan berbagai macam problematika. Permasalahan-permasalahan yang timbul itu perlu dikenali, bahkan masalah-masalah yang masih berujud potensi perlu didorong untuk muncul dengan harapan dapat diantisipasi atau dicarikan solusinya agar tidak berdampak negatif terhadap kemajuan sekolah.
Beberapa permasalahan yang muncul atau masih berujud potensi itu antara lain sebagai berikut :
1) Anggapan bahwa manajemen konflik tidak efektif untuk meningkatkan mutu sekolah
2) Manajemen konflik lebih banyak berdampak negatif bagi anggota organisasi.
3) Kepala sekolah tidak terampil dalam menggunakan manajemen konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.
4) Budaya ganti pemimpin ganti kebijakan. Hal demikian ini sering membuat para pelaku di tingkat bawah menjadi kebingungan karena kebijakan lama belum jelas menampakkan hasil, tetapi sudah harus menyesuaikan dengan kebijakan baru yang perlu penyesuaian kembali.
5) Belum siapnya sumber daya yang ada terutama para stake holders di tingkat bawah untuk menghadapi perubahan-perubahan yang hampir terjadi setiap saat.
6) Pemahaman terhadap manajemen sekolah sering membuat kita jadi sulit menentukan pilihan manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu.
7) Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing elemen dari sistem pendidikan di Indonesia masih kurang, sehingga tidak bisa menghayati tugas dan peranannya dalam sistem tersebut.
8) Penempatan tenaga kependidikan tidak mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas.
9) Masih dijumpai tenaga kependidikan (guru/kepala sekolah) berperan ganda yang seharusnya lebih fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar, tepai juga harus mengurus kebutuhan pemenuhan sarana prasaran, fisik gedung sekolah yang rusak atau kurang layak untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah yang tercermin dalam EMASLIM dirasa sangat berat, padahal SD belum dilengkapi dengan tenaga kependidikan yang khusus bekerja di bidang ketata usahaan, perpustakaan, sehingga praktis semua tugas yang ada di SD menjadi tanggung jawab guru / kepala sekolah.
10) Budaya reward and punishment yang tidak proporsional, sehingga melahirkan kecemburuan sosial dan menurunnya semangat dan etos kerja.
11) Pemberlakuan masa jabatan kepala sekolah 4 tahunan, dapat berdampak positif untuk memacu kinerja yang lebih optimal, tetapi dapat pula berdampak negatif terutama bagi kepala sekolah yang sudah memangku jabatan ketika aturan tersebut diberlakukan. Ada gejala post power syndrom dan kecemasan untuk kembali bertugas hanya sebagai guru biasa.
12) Walaupun realitanya belum berjalan tetapi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, dimana guru harus memenuhi kualifikasi guru professional dapat mengakibatkan kecemburuan sosial diantara para tenaga kependidikan, mengingat pemberlakukannya tidak serentak. Seleksi awal menggunakan pola yang dianggap kurang fair seperti pendidikan minimal S1 atau D4, masa kerja minimal 20 tahun, golongan minimal IV/a, dan perbandingan jumlah siswa : guru minimal 1 : 25.
Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”.
Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi karena allternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.
Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik , maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi. Beberapa startegei mengatasi konflik antara lain adalah (1) Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak lain; (2) Yielding (mengalah) yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari apa yang sebetulnya diinginkan; (3) Problem Solving (pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak; (4) With Drawing (menarik diri) yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis. With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi, dan (5) Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lain, entah sampai kapan.
Konflik, dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan, dan ide. Dalam pada itu, ketika individu bekerja sama satu sama lain dalam rangka mewujudkan tujuannya, maka wajar seandainya dalam waktu yang cukup lama terjadi perbedana-perbedaan pendapat di antara mereka. Ibarat piring, banyak yang pecah atau retak, hanya karena bersentuhan dengan piring lainnya.
Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial, konflk terasakan, pertenangan, konflik terbuka, dan akibat konflik. (1) Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkunan merupakan potensi terjadinya konflik; (2) Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya; (3) Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di anatara individu atau kelompok yang saling bertentangan; (4) Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka; (5) Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. (Wikipedia Indonesia, 27 November 2006) Adapun factor – factor penyebab konflik antara lain (1) perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; (2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya; (3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan (4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Di sekolah, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan, baik intrapersonal, interpersonal, intragrup, intergrup, intraorganisasi, maupun interorganisasi. (1) Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana ynag harus dipili untuk dilakukan. Misalnya, konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bias diibaratkan seperti makan buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan juga salah, dan kedua pilihan yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal juga bisa disebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan. (2) Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentuan. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah. (3) Konflik intragrup, yaitu konflik anta angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragrup, misalnya konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP); (4) Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan prsepsi, perbedaan tujuan, da meningkatkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antar kelompo guru kesenian dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk membelajarkan lagu tertentu dan melatih pernafasan perlu disuarakan dengan keras, sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para pesereta didiknya tidak konsentrasi belajar.; (5) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagia dalam suatu organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan. Konflik intraorganisasi meliputi empat sub jenis : (a) Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga kependidikan; (b) Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan; (c) Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan leh manajer lini. Misalnya konflik antara kepalA sekolah dengan tenaga administrasi; (d) Konflik peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan; (e) Konflik interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat.
Metode penyelesaian konflik meliputi :
1. Dominasi atau supresi
Metode-metode dominasi dan supresi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan supresi dan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
a. Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
b. Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
c. Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”

d. Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2. Kompromis
Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya. Bentuk-bentuk kompromis mencakup (a) Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan; (b) Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri); (c) Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku; (d) Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi.
3. Pemecahan problem integrative
Dengan metode ini konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah. Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara mereka. Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis, tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89)